Mari Berkarya Untuk Negeri

Mari Berkarya Untuk Negeri

Minggu, 08 Mei 2011

Inspirasi Pencerahan Dari Boetta Ilmoe Bantaeng

Bantaeng,Moti, 07 Mei 2011

oleh Bahtiar, S.Fil.I

Menulislah karena hanya dengan menulis sejarah terdokumentasikan,
menulislah karena hanya dengan menulis peradaban ditata,
menulislah karena kebenaran hanya bisa bertahan suaranya lewat tulisan
(Bahtiar; Mengurai kata ‘tidak’ lewat tulisan)

Boetta Ilmoe adalah sebuah nama toko buku, rumah baca sekaligus tempat belajar dan diskusi para siswa, pemuda, mahasiswa, tokoh LSM dan aktivis lainnya. Mungkin kita akan banyak bertanya kenapa ada sebuah tokoh buku yang menyediakan tempat diskusi dan rumah baca, padahal biasanya seorang penjual buku hanya menjual buku bukan untuk menyediakan fasalitas demikian tapi di Boetta Ilmoe anda akan mendapat sesuatu yang berbeda, anda akan mendapat sebuah kenyataan yang melawan pikiran(maksud saya berbeda dari logika bisnis buku biasanya) anda bahwa disana ada fasilitas dan berfungsi sebagai rumah pencerahan untuk anak-anak muda, guru, aktivis NGO.

Tadi pagi jam 09.00-12.30(07/05/2011) penulis ikut meramaikan acara di Boetta Ilmoe sebagai peserta bedah buku ‘kebebasan dan moralitas’ bedah buku yang dibedah langsung oleh penulisnya’Ahmad Sahide’, seorang penulis muda yang produktif dari bulukumba dan sekarang lagi menyelesaikan kuliah pasca sarjana di UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta. Pembedah pembanding lainnya Nasrun Jamal (Aktivis FMBT) dan Mahbud Ali Muhyar (PNS Pemda Bantaeng). Diskusi buku yang sangat menarik karena pembedahnya adalah penulisnya sendiri dan yang lebih penting karena pesertanya adalah para dedenkot pemuda dan aktivis kenamaan Bantaeng, ada Arga Ithos (Aktivis KOSKAR PPB), Hasanuddin Arasy (Ketua Pemuda Muhammadiyah Bantaeng), ada Kamaruddin (Guru dan mantan Aktivis), ada Nur Laela (Aktivis Perempuan), ada Buntus (Senior HPMB), ada Abd Khalik (Aktivis dan TNI) Agus(Aktivis IRM), Sirajuddin Umar (Mantan Ketua KOSKAR) ada beberapa aktivis FMBT termasuk Ketuanya(penulis tidak tau namanya) dan banyak lagi yang lainnya yang penulis tidak perlu sebutkan satu persatu.

Diskusi bedah buku yang dipandu Kamaruddin merupakan implementasi intelektual kaum muda berorientasi masa depan. Dalam ulasannya penulis buku mengatakan, buku yang ditulisnya adalah sebuah rekaman dari tahun 2005-2010 atas kejadian-kejadian penting di Indonesia. Pembahasan mulai masalah islam, pendidikan, kebudayaan, nasionlisme dan politik. Sebuah rekaman sejarah yang menjadi dokumentasi catatan harian sang penulis.

Dalam ulasan pendidikan, pendidikan yang kita jalani selama ini kebanyakan hanya menciptakan buadaya bisu dan diorientasi. Terbukti dengan gagalnya pendidikan terpahami dengan baik, kasus artis yang merasa sudah memiliki uang banyak, popularitas, aset-aset yang bisa menjamin dirinya dan membuatnya bisa hidup mewah serta tentram dimasa depan. Dengan kemewahan tersebut maka pendidikan yang dijalani artis ‘Kasak-Kusuk’, kuliah para artis tidak terurus, terabaikan dan kualitas intelektual pupus semua hal ini terjadi karena kesalahan memahami hakikat dasar tujuan pendidikan kita sebagai proses humanisasi, bukan justru sebaliknya sebagai bagian dari mainstrim kapitalisasi dan komersialisasi. Pendidikan kita hanya dipahami sebagai proses untuk mendapat gelar sarjana dan menjadi PNS atau untuk meraih kemewahan dasar lainnya, pola pemahaman seperti ini membuat kita terjebak dalam lubang hitam dan perangkat syaetaniyah untuk memahami hakikat diri dan proses interaksi pendidikan atau menurut kang Jalal adalah lingkaran syetan pendidikan. Kenapa kita terjebak dalam lubang hitam dan lingkrang syetan pendidikan? Karena pendidikan yang kita peroleh membuat kita lupa orientasi utama, membuat kita lupa dengan hakikat dasar diri kita sebaga manusia yang sadar secara individual, sadar secara sosial dan sadar secara teologis.

Apa yang diulas oleh guru besar Kuntowijoyo harusnya bisa terkaper secara utuh dalam pendidikan kita. Menurut Kuntowijoyo ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mencapai sebuah proses akselerasi diri, pertama Humanisasi,Transedensi dan liberasi. Humanisasi adalah proses memhami diri sebagai mahluk yang memiliki martabat yang mulia sebagaimana penjabaran alqur’an bahwa kita adalah khafilah Allah SWT dimuka bumi yang memiliki legitimasi termualia dibanding mahluk lainnya(malaikan,jin,binatang,tumbuhan) untuk menata diri,alam,peradaban, dan sosial kemasyarakat. Manusia dalam berhubungan dengan dirinya, sesamanya harus mengdepankan aspek saling memanusiakan dalam bahasa makassarnya ‘siana’.Hakikat inilah yang dilupakan oleh pendidikan kita sehingga pendidikan kita hanya mengantarkan kita lupa dan tidak sadar siapa diri kita sesungguhnya. Pendidikan kita mengantar kita lupa siapa kita sesungguhnya.

Kedua Transendensi , kehadiran diri kita dimuka bumi ini merupakan manifestasi dari kesadaran dan kehadiran sebab teologis yang dikenal dalam pemikiran Aristoteles sebab pertama, Plato manusia berasal dari alam idea. Sementara dalam alqur’an manusia berasal dari tuhan yang maha mulia, sehingga sifat-sifat ketuhan dan kemuliaan tuhan ada dalam diri manusia. Kehadiran manusia dimuka bumi tidak boleh membuat manusia lupa dengan tuhannya karena dengan melupakan tuhannya nilai kemanusiaannya akan menjadi sangat sekularistik, jikalau saat ini kita sebagai manusia menjadi sekuler merupakan bagian dari pengaruh pendidikan dan gagasa-gagasan epistemologis materialisme dan rasionalisme instrumental ala Comte dan Cartesian yang masuk menjadi struktur sadar modul pendidikan kita. Pendidikan kita gagal menjadikan ajaran-ajaran nilai yang sangat dekat dengan niali ketuhanan tidak bisa menjiwa dalam konsepsi paradigmatik biasnya kita menjadi serasing dari nilai ketuhanan kita padahal kita orang yang beragama, mungkin suatu saat jika seperti ini terus maka kita akan menjadi seorang yang ‘menganut agama namun tanpa tuhan.

Ketiga liberasi, kehadiran manusia sebagai mahluk hidup adalah kehadiran secara sadar dan fitrawih. Ketika hakikat diri sebagai mahluk yang bebas mandiri tidak terealisasi dalam kehidupan maka upaya pembebasan terhadap diri yang terpenjara oleh kebodohan, kemiskinan, ketertindasan, dominasi politik, eksploitasi kapitalis dan cengkraman nerasi pengetahuan ‘kolonial mind’ menjadi sebuah kemestian. Perlawanan terhadap penindasan atas kebebasan yang tercerabut merupakan perwujudan diri yang sadar dan penegasan eksistensi diri Sartre sendiri walaupun sosok seorang humanis ateis romatis tetap mendeklarasikan agenda diri dan pembebasan atas penindasan manusia dalam sebuah adigiumnya’man is free or rather man is freedom’ saking pentingnya sebuah harapan dan agenda kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari belenggu penindasan. Tentu saja pendidikan kita tidak mampu menjawab semua soal ini dulu dan sekarang ini.

Ulasan seputar islam, saya sebagai penganut agama islam termasuk kita semua penganut islam yang menganggap taat pada agama kita masing-masing belum tentu itu bisa menjadi alasan yang tepat bahwa kita sudah menjadi islam secara kaffah. Kalau penulis melihat islam sebagai agama, maka saya ingin menyampaikan islam kita, islam saya dan islam anda masih ada dikasur, masih ada di mesjid, masih ada dikeranjang pakaian. islam belum keluar dari mesjid, islam belum keluar dari rumah,islam menuju masyarakat, islam belum sampai di persimpangan jalan untuk menjawab kemiskinan. Jika islam masih seperti ini, jawaban sederhana akan kita temukan jika umat islam miskin, bodoh, terbelakang, gatek(gagal tekhnologi) wajar, nabi sudah mengingatkan kita ‘suatu saat umat islam akan seperti makanan di atas meja yang diperebutkan’. Umat islam memang banyak, namun banyaknya umat islam justru semakin banyak masalah kemiskinan, dan lemahnya penemuan islam dalam bentuk saintek dan penemuan lainnya semua ini terjadi karena islam masih dipahami dalam kerangka individualis sufisme.

Ulasan kebudayaan dan nasionalisme, nasionalisme dan budaya merupakan satu bingkai yang saling mengait dan mengisi kekurangan. Jika kita bicara nasionalisme maka secara sadar kita bicara kesadaran ke-indonesiaan kita digugat dan rangsang oleh pertanyaan-pertanyaan kritis, masihkah kita seorang yang indonesia? Masihkah kita berbudaya luhur sabagai putra indonesia yang berbudaya? Jawabannya sangat sederhana. Jika kita melihat fakta diri kita yang kehilangan orientasi kebangsaan maka sesungguhnya kita telah meniadakan diri kita dari indonesia dan indonesia dari diri kita. Konsepsi nasionalisme kita merupakan bagian dari kesadaran universal kebangsaan kita untuk melihat negara secara utuh dan melindungi negara dari ancaman asing. Melindungi negara dari ancaman asing adalah sikap nasionalisme kita, namun jika asing mengeksploitasi negara kita justru kita ikut terlibat mengeksploitasi negara maka secara otomatis kita telah kehilangan sikap dan karakter nasionalisme yang menjadi gagasan utama bhineka tunggal ika.Semangat kebangsaan kita dimana saat laut kita dicaplok oleh Malaysia, tari dan budaya kita dicaplok oleh Malaysia?

Ulasan politik, politik dan sistem demokrasi yang dijalankan di indonesia bisa diterjemahkan masih terjebak dalam sebuah sistem dan politikal praktis atau real politik (Amin Rais), kasus KPK yang dikriminalisasi, kasus KPK vs POLRI(2010), dewan JJS (jalan-jalan santai) keluar negeri saat terjadi gempa merapi merupakan bukti anarkisme, liberalisme, sekularisme, dan nihilisme politik yang dijalankan. Para politisi dengan sistem demokrasi kehilangan nuraninya, kehilangan rasa kemanusiaannya, kehilangan rasa keadilannya, kehilangan rasa persaudaraannya dan menjadi sosok yang bengis menakutkan bagi keadilan, bagi kerakyatan, bagi kemanusiaan dan kebebasan manusia dari bentuk dominasi dan penjajahan politik negara dan asing. Negara memberikan legitimasi politik secara terbuka kepada elit secara institusional dengan sistem demokrasi, semua aktivitasnya terlegitimasi oleh undang-undang, konvensi dan kebijakan lainnya padahal semua yang dilakukannya merupakan sikap institusional.

Kebebasan dan moralitas elit dan sebagain manusia telah mengalami sebuah kontradiksi, disatu sisi ingin bebas disisi lain melakukan sikap bebas yang menindas moralitas dan sesamanya. Inilah bentuk kebebasan tapi menganut moralitas kaum budak, moralitas kaum miskin nilai dan etis. Banyak manusia yang bermoral bagus secara individual namun moralitasnya tidak mampu menyelesaikan problem kemiskinan, problem pendidikan dan problem kemanusiaan, sehingga moralitasnya adalah meralitas tarzan yang cocok dipakai di Hutan Rimba hidup sendirian. ‘Kebebasan manusia adalah dijaga sama dengan pakaian dicuci,disetrika namun kebebasan harus juga menjaga manusia seperti pakaian yang baik harus mampu melindungi badan dari gangguan penyakit’(muhyar). Moralitas dan kebebasan harus mampu menjawan problem diri, problem sosial, problem teologis agar terjadi harmonisasi humanis atas kebebasan dan moralitas

Boetta Ilmoe, Inspirasi Pencerahan Buatku

Boetta Ilmoe sebagai tokoh buku menjadi salah satu inspirasi bagi penulis untuk memahami gerakan sosial berbasis pencerahan. Jika penulis melakukan pelacakan atas diskusi tadi (07/05/2011) bukan hanya pemikiran dari buku “kebebasan dan moralitas” yang menarik isinya, namun yang terpenting adanya sebuah inspirasi bagi penulis dan peserta lainnya untuk memeriksa catatan-catatan masa lalu,memeriksa apa yang telah penulis dokumentasikan sebagai bagian dari bentuk domumentasi pengetahuan. Saya menjadi tersentak seorang penulis berangkat dari sebuah catatan harian, dan pengaruh lingkungan pergulatannya dalam menjalani kehidupan. Ahmad Sahide mengakui lingkugan dan inspirasi keresahannyalah yang membuatnya mampu menuliskan buku ‘kebebasan dan Moralitas’.

Penulis yang baik adalah penulis yang memiliki domumentasi sejarah dan dokumen terkait tulisan (sedikit banyak itu ungkapan penulis buku). Tulisan-tulisan yang penulis tuliskan merupakan tulisan sederhana namun telah menjadi inspirasi bagi penulis essai-essai yang terlibat dalam diskusi dan yang membaca bukunya. Disinilah perlu kita sadari betapa pentingnya sebuah kesadaran untuk menuliskan pengalaman, keresahan, kejadian-kejadian penting, namun tidak semua yang kita alami layak dituliskan karena menulis adalah bagian dari perasaan resah dan gelisah atas pengalaman dan fakata. Jika pengalaman dan fakta tidak meresahkan kita maka tulisan yang dihasilkan tidak akan menyentu pembaca dan penulis sendiri. Menulis yang baik bisa dilakukan jika ada lingkungan yang mendukung, menulis yang baik perlu sebuah catatan kecil untuk dibawa kemana-mana agar semua yang penting dalam keseharian bisa direkan dalam bentuk catatan, semua yang dilalui bisa diingat saat tiba di rumah sebagai bahan dasar tulisan.

Ketika penulis membaca tulisan penulis sendiri baik saat SMA (sekolah menengah atas) maupun masa kuliah membuat penulis mengingat kegiatan apa yang membuat penulis menuliskannya, hal yang sangat menarik ketika penulis periksa tulisan penulis saat semester 2 yang diterbitkan oleh jurnal ‘Pikkiri KOSKAR PPB’ dengan judul ‘eksistensi manusia’, sebuah tulisan yang mengurai pemikiran humanisme Sartre, Nietzsche dan Karl Marx. Saat membaca ulang, penulis heran dengan tulisan sendiri walaupun masih banyak okkotnya, minimal telah membuat penulis tergugah dan meresakan sebuah kehadiran masa lalu sebagai inspirasi.

Diskusi tadi (07/04/2011) di Boetta Ilmoe mengingatkan kembali kepada saya bagaimana kenangan masa lalu ketika saya menulis pas-pasan, menyadarkan saya pentingnya menulis, menyadarkan saya penting mendokumentasikan sejarah lewat tulisan, menyadarkan saya pentingnya merangkai dan mengumpulkan catatan-catatan berserakan. Diskusi tadi juga mempertemukan saya dengan teman-teman dari Muhammadiyah, NU, KOSKAR PPB, FMBT, HPMB dan LSM. Pertemuan di Boetta Ilmu tadi menyadarkan saya bahwa Boetta Ilmoe menjadi inspirasi historis orientet dan konsolidasi gerakan lewat pencerahan dan itu bisa kembali menjadi bara api pengingat bagi saya karena Boetta Ilmoe menginspirasiku. Boetta Ilmoe memang tokoh sederhana namun membangkitkan kesadaran, membangkitkan bara api semangatku, Boetta Ilmoe memang biasa-biasa aja namun luar biasa karena semangat pendiriannya adalah semangat ‘perjuangan’ bukan logika bisnis sebagaimana penuturan direkturnya Drs, Sulhan Yusuf. Terharuku the,,,hehehehe...

Generasi muda yang memiliki visi dan misi sangat penting melakuakn rekayasa pencerahan, rekayasa peradaban dengan memulainya pada hal-hal sederhana tapi menyentuh aspek subtansial yang dibutuhkan generasi. Belajar dari Boetta Ilmoe minimal membuat kita sadar dan terguga untuk melakukan aktivitas pencerahan terus-menerus, aktivitas yang memiliki basic pengetahuan yang memadai, aktivitas yang berangkat dari sebuah pengalaman keseharian kita karena pengalaman adalah guru terbaik buat kita, karena pengalaman tidak pernah membohongi kita tapi justru pengalaman menggugah diri kita secara fitrawih kemanusiaan.

WARNING...!!!


Harusnya PEMDA dan DPRD Bantaeng tersentuh dan bisa merespon kegiatan pencerahan di Bantaeng, jika tidak maka menjadi salah satu bukti bahwa PEMDA dan DPRD Bantaeng tidak memiliki visi peradaban dan kemanusiaan sebagai visi utama kepemimpinan bangsa Indonesia. Bukankah peradaban tumbuh lewat gerakan pencerahan? Ingat..ingat...ingat...itu....!!!

Semoga Boetta Ilmoe tetap jaya dan bisa melanjutkan agenda pencerahan generasi muda Bantaeng... Amiin ya rabbal alamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar