we are survive 1989-2011
Suara cinta dan harapan kader siana' KOSKAR PPB
Koskar Tumbuh dari kesederhanaan
Koskar Tumbuh dari semangat passiana’kan
Koskar Tumbuh dari semangat keadilan
Koskar terdidik dari Advokasi
Koskar terdidik dari Tradisi intelektual
Koskar terdidik untuk mendidik
Kemarin Koskar adalah bunga tanpa postur
Sekarang Koskar bunga penuh warna
Lusa Koskar permata hidup
Hai Pengurus KOSKAR!!
Didiklah, besarkanlah dan tatalah KOSKAR PPB
Dengan harapan, cinta, ilmu dan tradisi humanisme, kultural-kerakyatan
Dan tetap mempertahankan Budaya Para gitte sipakainga' Sipassiriki lino akhera'
Kelompok Study Dan Karya Putra Putri Bantaeng__Paragitte Sipakainga' Sipassiriki Lino Akhera' Siana'
Mari Berkarya Untuk Negeri
Minggu, 08 Mei 2011
Rekayasa Historis KOSKAR PPB for GEMILANG 22
Moti, Bantaeng; Jum’at 5 Mei 2011
oleh Bahtiar ali rambangeng
KOSKAR PPB yang berdiri atas inisiasi kaum muda Tombo’bulu. KOSKAR tumbuh dari generasi Bantaeng yang dihinggapi perasaan was-was,resah dan penuh tanda tanya atas eksistensi diri, Bantaeng dan HPMB akibat dari sebuah pergulatan dan dinamika sosio-politik, bukan berarti KOSKAR lahir hanya sebagai instrumen politik semata, tapi memang sejak awal merupakan jawaban kegundahan para pendirinya (Abd Wahab, M.Si, Drs. Misbahuddin, Drs. Muh Ilyas dan Abd Samad) untuk mentransformasikan diri dalam konteks sosio-politik kaum muda sebagai putra daerah Bantaeng, juga sebagai bagian kreatifitas anak-anak muda kritis dan dialektis konstruktif.
KOSKAR PPB yang awalnya bernama KOSKAR PP-TB (Kelompok Studi dan Karya Putra Putri Tompo’bulu) berubah nama pada SAAT MUSTA (musyawarah anggota) ke IV tahun 2003, di Dampang Kecamatan Gantarangkeke. Perubahan dari KOSKAR PP-TB (Kelompok Studi dan Karya Putra Putri Tompo’bulu) menjadi KOSKAR PPB (Kelompok Studi Dan Karya Putra Putri Bantaeng) dilakukan karena alasan, Pertama alasan kekaderan, banyaknya kader KOSKAR yang tersebar dari seluruh kecamatan Bantaeng membuat para pengurus dan kader-kader KOSKAR memikirkan pentingnya perubahan nama demi menjaga dan mengakomodir semua kader dalam satu rumah ya’ni KOSKAR. Kalau perubahan nama koskar tidak dilakukan maka secara otomatis eksistensi internal dan kekaderan akan mengalami cacat organisatoris, Dua alasan strategis, jika KOSKAR masih menggunakan Tompo’bulu sebagai namanya dalam kelembagaan maka secara otomatis akan merepotkan proses akselerasi perkaderan bagi KOSKAR di semua kecamatan kabupaten Bantaeng karena semua camat,lurah, desa dan masyarakat yang berada diluar area Tompo’bulu akan sulit menerima ditempatnya jika KOSKAR masih berlabelkan Tompo’bulu(bukan berarti KOSKAR tidak diterima) termasuk menyumbang pada kegiatan-kegiatan Koskar. Ketiga alasan sosio-politik mengharuskan koskar melakukan perubahan nama, jika saja KOSKAR tidak berubah nama maka secara otomatis proses advokasi kebijakan dan rekayasa sosial di Bantaeng akan sangat susah dilakukan, karena untuk melibatkan masyarakat Bantaeng secara keseluruhan dalam proses dampingan dan rekayasa politik lainnya membuat koskar kesulitan menjelaskan secara politik institusional.
Perlu juga penulis jelaskan kenapa KOSKAR PP-TB tidak merubah namanya secara total, kenapa masih tetap menggunakan nama KOSKAR, karena 2 alasan, pertama alasan historis perubahan nama koskar secara total akan menyebabkan koskar kehilangan legitimasi sejarah dan melupakan asas-asas simbolik filosofis kenapa koskar bisa ada dan melakukan kegiatan perkaderan? Tidak berubahnya nama KOSKAR secara otomatis kader dan generasi Koskar bukan golongan “Masyarakat Pelupa” sebagaimana terminogis para pangamat sosial kita dalam melihat struktur bawah sadar masyarakat Indonesia yang menjadikan perubahan sosial di Indonesia justru menjadi penyakit kronis. Ke dua alasan kejuangan, semangat awal didirikannya koskar merupakan semangat yang memiliki kesan kejuangan karena eksistensi HPMB tidak mampu menampung ide-ide kreatif semua anak muda Bantaeng maka dengan demikian perlulah para mahasiswa Tompo’bulu melakukan rekayasa sendiri dengan semangat berubah dan lebih baik tanpa melupakan adanya aspek politik di dalam perekayasaan tersebut. Disisi lain KOSKAR PPB yang berarti Kolompok Studi dan Karya Putra Putri Bantaeng selalu menjadi pertanyaan kenapa menggunakan terminologis kelompok, bukankah kelompok selalu dimaknai kecil dan sederhana?jawabannya penamaan kelompok memang lebih banyak digunakan untuk komunitas sederhana dan kecil, namun dalam konteks koskar sendiri terminologis kelompok adalah penerjemahan semangat passiana’kan, semangat perkaderan, semangat perjuangan dan semangat kesederhanaan sehingga pemaknaan kecil tidak menyempitkan paradigma berfikir para siana’ di Koskar untuk mentransformasikan ide-ide besar yang tumbuh dalam kelembagaan. Sementara makna karya menyibolkan secara hermeoneotis perlunya kader-kader koskar mengedepankan kinerja dan karya dalam beragam bentuk di Bantaeng dan dimana saja berdomisili.
Ternyata perubahan nama KOSKAR PPB membuatnya semakin angresif dalam menata diri, perkaderan dan rekayasa sosial di Bantaeng, terbukti dengan banyaknya kader yang masuk KOSKAR di sektor kecamatan Bantaeng, eremerasa, dan sekarang KOSKAR lebih banyak memproduk kader di sektor Bissappu dan kecamatan Sinoa bukan hanya itu koskar sekarang sudah memiliki kader-kader potensial dari laur Bantaeng. Perubahan nama KOSKAR cukup efektif dan memudahkannya dalam mengawal beberapa kasus(Kasus sengketa Tanah warga di Letta Kecamatan Bantaeng salah satunya) dan memudahkan kerja sama dengan instansi seperti KPU pada pemilu 2009.
Pada aspek lain KOSKAR yang dikenal dan nota bene merupakan organisasi kepemudaan Bantaeng tidak hanya membatasi diri dalam merekrut dan menata diri hanya dengan melakukan perkaderan dan pendidikan di sektor mahasiswa, namun justru semua lapisan masyarakat koskar memberikan ruang untuk melakukan hal-hal positif secara bersama-sama baik pemuda, remaja mesjid, mahasiswa, pengangguran, putus sekolah dan anak sekolah semuanya ada di KOSKAR. Karena banyaknya karakter dan latar belakang kader-kader, maka reformulasi gagasan dan formulasi kelembagaan dalam mengawal agenda kader sangat penting terus direkayasa.
KOSKAR Antara Das Sein Dan Das Sollen
Momentum milad kali ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi koskar dalam menjawab tantangan yang dihadapi sekarang dan akan datang. Koskar dituntut dan diharapkan mampu menjawab tantangan internalnya dan eksternalnya. Dinamika pemikiran dan politik di Koskar sangat berpengaruh bagi psikologi pengurus dan pengader untuk menata lembaga. Koskar yang dulunya lebih dominan nalar kritisnya justru sekarang lebih banyak melakukan kegiatan konstruktif. Tentu saja ada yang bertanya apakah koskar sudah berubah? Makna pertanyaan ini bisa negatif dan bisa positif, jika perubahan itu dimaknai secara politis maka secara otomatis koskar akan termarginalkan, namun jika pertanyaan itu dimaknai dalam konteks positif maka tentu saja akan jadi hal dinamis menjawab pertanyaan tersebut.
Penulis sebagai mantan Ketua PW Pa’jukukang dan Pengurus Humas dan advokasi 2 periode di Koskar akan menjawab “ya koskar sudah berubah”, bagaimana perubahan koskar? Jawabannya sesuai konteks zamannya. Ketika koskar memilih melakukan rekayasa sosial lebih pada sebuah rekayasa kontruktif pasti semua orang bertanya koskar sudah tidak ideal lagi, sesungguhnya jawaban itu hanyalah jawaban politis, mungkin karena orang tersebut merasa terganggu atas eksistensi koskar(tidak diuntungkan), atau mungkin orang tersebut tidak memiliki akses untuk mengkomodasi kepentingan politiknya ke koskar, atau mungkin orang tersebut mendapat informasi setengah masak, atau mungkin orang tersebut tidak ada pekerjaan lagi akhirnya memutuskan hanya mengkritisi koskar saja supaya ada kerjaan, minimal membuat anak koskar gusar, jika ungkapan itu datang dari internal koskar jawaban penulis pasti pertanyaan ini adalah pertanyaan strategis untuk tetap melihat koskar dalam kerangka evaluasi konstruktif.
Apapun pertanyaan, masukan dan intrik dari luar harus mampu dijawab oleh pengurus koskar jika itu sangat penting sebagai bentuk klarifikasi isu. Setelah penulis mulai aktif kembali membawakan orasi,kajian di koskar setelah sekian lama kurang aktif karena kesibukan pada tempat lain ternyata kritik internal koskar sedikit melemah, sehingga model evaluasi kolektif akan kesulitan dijembatani. Apapun bentuk isu dan trik yang menjadi ancaman yang bisa merusak nama lembaga koskar harus direspon secara positif agar perbaikan bisa selalu dilakukan dalam lembaga.
Disisi yang lain perubahan nama dan banyaknya kader koskar adalah langkah awal menata ulang visi besar koskar sebagai pemasok sumber daya masa depan Bantaeng, namun disisi lain membuat pengurus pusat koskar dan Pengurus Wilayah harus berfikir serius dengan menghadirkan keresahan-keresahan batin atas eksistensi koskar yang membutuhkan personalia dan pikiran-pikiran yang lebih baru tanpa menghilangkan identitas dasar koskar. Koskar yang memiliki kader banyak bisa saja tidak terurus kadernya khususnya dalam menata pikiran-pikiran kreatif positif pada kadernya karena konteks dan banyaknya program yang harus di atasi oleh pengurus KOSKAR. Saat ini kader-kader koskar yang potensial telah memasuki ruang akselerasi sosial dengan terlibat langsung pada PMNM Mandiri, LSM, Fasilitator dan guru membuat eksistensi KOSKARr mengalami kekurangan tenaga pengader yang bisa konsentrasi mengurus lembaga dan bisa melemahkan semangat militansi kelembagaan. Bukan hanya itu aras berfikir kader-kader koskar masih banyak mengadopsi semangat oposisi total yang menjadi alam bawah sadarnya, sehingga aktivitas kelembagaan selalu mau dilihat dalam definisi oposisi, padahal kontennya sudah berubah, semantara semangat yang tumbuh pada konteks lainnya adanya rekayasa yang mengarah kepada konstruktif, jika arah konstruktif tidak ditata dengan baik maka tentu saja koskar akan mengalami kegamangan eksistensia sampai akhirnya mengalami depresi ontologis eksistensial bahkan vis a vis sebagai logika binerian tak tertata.
Jika ini tidak mampu dijawab maka semangat yang menjadi harapan besar KOSKAR sebagaimana dalam penafsiran rakayasa di atas adalah mencapai sebuah tatanan sosial yang bermartabat, berkeadila, sejahterah dan bertauhid.
Tafsir Independansi KOSKAR dan Rekayasa Sosio-Kultural
KOSKAR sebagai organisasi indepen segaimana tertuan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Kadang kita salah memaknai independansi sebagai sebuah sikap tak jelas, namun sesungguhnya dalam rumusan AD/ART KOSKAR independensi sesungguhnya bermakna pertama Koskar sebagai organisasi kepemudaan memiliki sikap hanya berpihak kepada kebenaran, keadilan, orang lemah dan terpinggirkan. Koskar melakukan advokasi kebijakan semata-mata untuk memberikan dan menegaskan sikap politiknya untuk tetap berada pada posisi membela dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan semangat adi luhung, semangat keadilan dan karakyatan. Ke dua independensi koskar merupakan penafsiran semangat pluralisme pemikiran, pluralisme mazhab keagamaan. Jika dulu Muhammadiyah dan NU dalam konteks Bantaeng selalu melakukan perang antara bara sanji versus tidak bara sanji , Maka di Koskar semua orang yang mau melakukan bara sanji di persilahkan dan juga yang tidak mau bara sanji di beri ruang seluas-luasnya yang terpenting bagi kader-kader koskar yang bara sanji dan yang tidak bara sanji adalah kemampuan melakukan artikulasi sosiologis atas nilai islam dan dalam membangun masyarakat yang sehat (good society), humanis dan pemerintahan yang baik(good gavernance).
Semangat pluralisme pemikiran dan semangat pluralisme mazhab keagamaan dalam diri Koskar bukan dibiarkan untuk menjadi sekuler, menjadi anarkis tak berwawasan, namun sesungguhnya tetap ada sebuah formulasi kesamaan dasar yang membingkai anak-anak koskar yakni cita-cita ideal perjuangan dan rekayasan sosial untuk mewujudkan generasi yang memiliki semangat spiritualisme, semangat keilmuan, emosial demi menjapai masyarakat yang berkerahmatan,masyarakat yang menjunjung nilai-nilai tauhid. Untuk melakukan rekayasa besar dan koskar tetap berada pada jalur yang kontekstual, maka formulasi strategi koskar adalah “Kemitraan Kritis Konstruktif”,
• Kemitraan Kritis Konstruktif
Kemitraan kritis konstruktif sebagai grand strategi kelembagaan koskar merupakan rekayasa utama para aktivis koskar dalam mengartikulasikan ide-idenya dalam masyarakat, pemerintahan dan swasta. Ide kemitraan dimaknai bahwa koskar bisa melakukan upaya kerja sama dengan elemen sosial yang ada disekitarnya, baik sawasta, pemerintah dan gerakan sosial lainnya sepanjang memiliki konsep jelas, visi dan misi yang tetap mengdepankan asas strategis kerja sama. Kerja sama yang dilakukan koskar buka dalam rangka untuk melakukan kerja sama tanpa sebuah rujukan konsepsional jelas, namun justru sebaliknya yang terpenting bagi koskar adalah kemampuan melakukan kerja sama strategisnya tanpa menghilangkan jati diri dan ide-ide dasarnya untuk tetap komitmen pada visi kearifan lokal siri’ na pacce’ ,semangat demokratis dan nilai-nilai islam sebagai dasar pijakan melakukan kegiatan.
Kritis dalam konteks sosilogis lebih banyak diartikan upaya serius melakukan rekayasa advokasi terhadap kebijakan, masalah dan segala sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan norma serta kebutuhan dasar bersama. Kritis dalam konteks koskar adalah sikap koskar dalam menyikapi kebijakan, permasalahan yang timbul dalam masyarakat, pemerintahan yang bisa mengorbankan kepentingan nilai,etika dan masyarakat. Jika ada masalah serius yang salah kalau koskar hanya berdiri melihatnya maka secara otomatis koskar telah mati sikap kritisnya, namun konsep ini menjadi acuan bahwa koskar tetap mengedepankan kritikan pada sebuah masalah yang mengganggu eksistensi norma dan masyarakat kebanyakan. Koskar sebagai organisasi kritis tidak seharusnya mengambil sikap kritis tanpa melakukan pembacaan strategis, kronologis, kepentingan masalah sehingga sikap yang diambil bisa dipertanggung jawabkan kepada kader dan publik. Domain politik dalam konteks sosio-politik sangat sarat dengan kepentingan oleh kelompok tertentu, sehingga sikap kritis jika gagal terpahami alasan-dan konteks gerakannya akan termamfaatkan total oleh yang pro kekuasaan maupun yang anti kekuasaan. Itulah sebabnya sikap koskar yang sangat hati-hati dalam menangani sebuah masalah menjadi penerjemahan politik atas sikap yang terbangun dalam kerangka epistemologis konstruktif.’
Sementara sikap konstruktif koskar menjadi perwujudan secara positif atas potensi kadernya dalam membangun masyarakat yang sehat. Koskar yang kita sudah ketahui bersama memiliki kader 6000an lebih tersebar diseluruh kecamatan kabupaten Bantaeng memiliki banyak potensi kreatif untuk memperbaiki masyarakat dan menata pemerintahan. Koskar bukan hanya harus mengkirtisi masalah namun justru sebaliknya berkewajiban melakukan rekayasa langsung terhadap ide-idenya untuk diaktualkan dalam ranah sosial. Konten gerakan sosial saat ini sangat jauh beda dengan konten tahun 1980an karena tahun 1980an sikap mahasiswa dan gerakan sosial lebih banyak melakukan advokasi oposisi total disebabkan dinasti TNI sangat refresif dan menindas secara otoriter kepentingan sipil termasuk anti kritik, sehingga pilihan strategis gerakan sosial harus pada posisi oposisi total. Setetlah runtuhnya orde baru dan kroni-kroninya diharapkan posisi tawar yang positif dalam membangun bangsa, daerah sangat penting diapresiasi secara konstruktif.
• Rekayasa Perkaderan
Perkaderan sebagai roh organisasi membutuhkan formulasi yang berkesinambungan. Jika formulasi perkaderan dan desain arah perkaderan koskar tidak direkayasa maka secara otomatis koskar akan mengalami kemandekan, kejumudan dan pelemahan dokrin perjuangan. Koskar sebagai instrumen sosial yang memiliki daya gerak dan rekayasa cepat dituntut melakukan rekayasa perkaderan internal agar kader-kadernya bisa menjawab problem eksistensinya. Pertama muatan perkaderan perlu ada kontekstualisasi, pengurus wilayah Makassar sebagai basis utamanya para pengader dan dedenkot KOSKAR karena konteks yang memberikan ruang perkaderan harus ada perubahan muatan, karena kader-kader yang tergabung di makassar berada dalam jejarang antropologi kampus, perubahan muatan yang penulis maksudkan jika konteks Bantaeng lebih banyak bicara identitas pemuda sebagai alat ukur menafsirkan karakteristik kader, maka di Makassar terminologi pemuda harus dirubah menjadi terminologi mahasiswa dan aktivis agar kontekstualisasi gagasan bisa terjadi. Perubahan materi “Pemuda dan perubahan sosial” harus digeser ke “Mahasiswa dan tanggung jawab sosial”. Tanpa perubahan tersebut karakteristik setiap wilayah akan mandeg dan tak jelas, penegasan ini penting untuk menghindari diskontekstualisasi rekayasa gerakan.
Ke dua Pengurus pusat tidak boleh lagi mengurus LKD(latihan kepemimpinan dasar) jikapun ada yang mengurus LKD maka LKD hanya untuk daerah baru bagi koskar. LKD harus diserahkan kepada pengurus wilayah masing-masing, sehingga tidak terjadi kerancuan penataan perkaderan, kontekstualisasi gerakan pusat harusnya lebih banyak menata isu di Bantaeng, melakukan rekayasa sosial kemasyarakat, membangun relasi konstruktif tanpa kehilangan aura dasarnya. Mungkin dengan begini PP Koskar akan banyak mengadakan diskusi panel tiap bulan, silaturahmi ke lembaga-lembaga yang memiliki basis data dan bisa diajak berfikir masalah Bantaeng, pengurus pusat sudah harus melakukan uji profile anggota dewan yang layak dan tidak layak karena tidak memiliki gagasan pemberdayaan konstituen, malas dan anti komunikasi kepentingan rakyat. Dengan rekayasa demikian apakah dewan, eksekutif bisa hadap diri jika tidak koskar melakukan publising kandidat dewan, kepala dinas, dan calon-calon bupati yang tidak layak. Minimal dengan demikian koskar memiliki peran strategis dalam mengawal rekayasa peradaban ala Bantaeng. Ke tiga rekayasa LKM(latihan kepemimpinan menengah) dan LKA(Latihan Kepemimpinan Atas), PW Makassar harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengadakan LKM karena posisinya yang strategis di Makassar akan ikut memudahkan menghadirkan pembicara sekaligus menghadirkan suasana baru koskar sementara LKA sebagai latihan kepemimpinan tertinggi harus menjadi prioritas PPB KOSKAR karena LKA selama ini tidak pernah terlaksana dan jika LKA terlaksana kali ini semua mantan PP KOSKAR akan ikut melakukan pergumulan intelektual.
Ke empat Koskar harus menjadikan diri sebagai rumah intelektual,sehingga khasanah yang muncul adalah khasanah pemikiran positif. Banyaknya potensi anak KOSKAR tidak mampu termediasi dengan baik, kalau hal ini dibiarkan terus menerus maka koskar akan kehilangan momentum kedepannya. Perekayasaan internal kelembagaan bisa terwujud jika KOSKAR membuat jurnal ilmiah yang berfungsi sebagai aktualisasi gagasan, aktualisasi isu daerah Bantaeng, dan sekaligus sebagai medium info kader. Dengan adanya buletin berkala akan membuat anak-anak KOSKAR bisa dibaca pikiran-pikirannya oleh publik dan para kadernya, sehingga arus imformasi dan isu koskar bisa menjadi salah satu simpulnya di Bantaeng.
MILAD KE XXII Dan Refleksi Ontologis Eksistensial KOSKAR PPB
Koskar PPB pada milad kali ini haru melihat secara konfrehenship dirinya, melihat secara utuh tubuhnya, pikirnnya, gerakkannya, dalam akselerasi sosial. Ketegasan identitas KOSKAR pada masa dulu membuat koskar mampu melakukan rekayasa gerakan, rekayasa kader dan memiliki trust pada publik. Kalau ada koskar pasti ada nuansa kritis dalam sebuah diskusi dimana saja di Bantaeng, itulah stigma penegasan identitas koskar sebagai organisasi kepemudaan, jika penegasan identitas ini tidak mapu diurai dalam bentuk diskursus dan evaluasi pemikiran maka koskar akan mengalami nasib kehilangan jati diri, Nuansa lama tidak mesti harus menjadi identitas koskar sekarang secara utuh, namun nuansa yang harus dipertahankan adalah nuansa yang bisa menyimbolkan identitas koskar dalam aksentuasi sosiologis.
Kesan Koskar tanpa identitas, koskar tanpa tradisi, koskar tanpa aikon akan membuat koskar kehilangan jati diri yang biasnya akan membuat koskar hilang dipusaran sejarah Bantaeng. Untuk menata semua ini penulis sedikir banyak memberikan sumbangsi ide sebagaimana di atas perlu penegasan “citra diri koskar”,jika penegasan citra diri koskar gagal dimaknai dalam momentum milad kali ini maka koskar tidak lebih hanya mengadakan kegiatan sereminial sama dengan organisasi ngumpul-ngumpul aja, organisasi yang hanya memproduk kegiatan tanpa kepala, organisasi tanpa jenis kelamin, organisasi hanya makan-makan, organisasi hanya acara-acara, tentu saja eksistensi seperti ini akan ikut memperburuk konstalasi demokrasi lokal.
Koskar sebagai organisasi yang memiliki tri komitmen, komitmen keislaman,komitmen keilmuan, dan komitmen koorganisasian yang menjadi aikon pembentukan citra organisasi sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Penegasan citra perkederan jangan hanya dimaknai dalam satu sekmen konteks kegiatan LKD,LKM dan LKM namun harus dimaknai dalam semu dimensi kehidupan kader.Formulasi strategis yang dibangun KOSKAR PPB menjadi standar dalam menata gerakannya. Supaya KOSKAR PPB mampu mengaktualkan ide politik strategisnya dalam ranah sosial dan publik untuk membangun narasi besar “Demokrasi Humanis-Kultural”. Momentum milad kali ini tidak boleh hanya dimaknai sebagai ritus berkumpulnya anak muda koskar mengadakan kegiatan,menghadirkan para nara sumber yang kredibel kemudian dipublis ke media dengan mengabaikan aspek fundamentalisme(hal yang menjadi spirit dasar lembaga) kelembagaan sebagai organisasi yang berasaskan islam dengan tetap mengedepankan tri komitmen, komitmen keislaman, komitmen keilmuan dan komitmen koorganisasian. Penulis sebagai seorang yang selalu berangkat dari sebuah kegelisahan dalam memandang masalah. Lebih tertarik menjadi penyara suara tersembunyi di KOSKAR tetapi ada pada setiap hati kader-kader KOSKAR PPB suara itu...
Salam hangat buat Pendiri KOSKAR, MSO KOSKAR, Para Pengurus KOSKAR, Siana’-siana’ KOSKAR dan semua Kader KOSKAR PPB, Selamat Melaksanakan Milad semoga momen perubahan dan rekayasa jadi acuan kegiatanta.
oleh Bahtiar ali rambangeng
KOSKAR PPB yang berdiri atas inisiasi kaum muda Tombo’bulu. KOSKAR tumbuh dari generasi Bantaeng yang dihinggapi perasaan was-was,resah dan penuh tanda tanya atas eksistensi diri, Bantaeng dan HPMB akibat dari sebuah pergulatan dan dinamika sosio-politik, bukan berarti KOSKAR lahir hanya sebagai instrumen politik semata, tapi memang sejak awal merupakan jawaban kegundahan para pendirinya (Abd Wahab, M.Si, Drs. Misbahuddin, Drs. Muh Ilyas dan Abd Samad) untuk mentransformasikan diri dalam konteks sosio-politik kaum muda sebagai putra daerah Bantaeng, juga sebagai bagian kreatifitas anak-anak muda kritis dan dialektis konstruktif.
KOSKAR PPB yang awalnya bernama KOSKAR PP-TB (Kelompok Studi dan Karya Putra Putri Tompo’bulu) berubah nama pada SAAT MUSTA (musyawarah anggota) ke IV tahun 2003, di Dampang Kecamatan Gantarangkeke. Perubahan dari KOSKAR PP-TB (Kelompok Studi dan Karya Putra Putri Tompo’bulu) menjadi KOSKAR PPB (Kelompok Studi Dan Karya Putra Putri Bantaeng) dilakukan karena alasan, Pertama alasan kekaderan, banyaknya kader KOSKAR yang tersebar dari seluruh kecamatan Bantaeng membuat para pengurus dan kader-kader KOSKAR memikirkan pentingnya perubahan nama demi menjaga dan mengakomodir semua kader dalam satu rumah ya’ni KOSKAR. Kalau perubahan nama koskar tidak dilakukan maka secara otomatis eksistensi internal dan kekaderan akan mengalami cacat organisatoris, Dua alasan strategis, jika KOSKAR masih menggunakan Tompo’bulu sebagai namanya dalam kelembagaan maka secara otomatis akan merepotkan proses akselerasi perkaderan bagi KOSKAR di semua kecamatan kabupaten Bantaeng karena semua camat,lurah, desa dan masyarakat yang berada diluar area Tompo’bulu akan sulit menerima ditempatnya jika KOSKAR masih berlabelkan Tompo’bulu(bukan berarti KOSKAR tidak diterima) termasuk menyumbang pada kegiatan-kegiatan Koskar. Ketiga alasan sosio-politik mengharuskan koskar melakukan perubahan nama, jika saja KOSKAR tidak berubah nama maka secara otomatis proses advokasi kebijakan dan rekayasa sosial di Bantaeng akan sangat susah dilakukan, karena untuk melibatkan masyarakat Bantaeng secara keseluruhan dalam proses dampingan dan rekayasa politik lainnya membuat koskar kesulitan menjelaskan secara politik institusional.
Perlu juga penulis jelaskan kenapa KOSKAR PP-TB tidak merubah namanya secara total, kenapa masih tetap menggunakan nama KOSKAR, karena 2 alasan, pertama alasan historis perubahan nama koskar secara total akan menyebabkan koskar kehilangan legitimasi sejarah dan melupakan asas-asas simbolik filosofis kenapa koskar bisa ada dan melakukan kegiatan perkaderan? Tidak berubahnya nama KOSKAR secara otomatis kader dan generasi Koskar bukan golongan “Masyarakat Pelupa” sebagaimana terminogis para pangamat sosial kita dalam melihat struktur bawah sadar masyarakat Indonesia yang menjadikan perubahan sosial di Indonesia justru menjadi penyakit kronis. Ke dua alasan kejuangan, semangat awal didirikannya koskar merupakan semangat yang memiliki kesan kejuangan karena eksistensi HPMB tidak mampu menampung ide-ide kreatif semua anak muda Bantaeng maka dengan demikian perlulah para mahasiswa Tompo’bulu melakukan rekayasa sendiri dengan semangat berubah dan lebih baik tanpa melupakan adanya aspek politik di dalam perekayasaan tersebut. Disisi lain KOSKAR PPB yang berarti Kolompok Studi dan Karya Putra Putri Bantaeng selalu menjadi pertanyaan kenapa menggunakan terminologis kelompok, bukankah kelompok selalu dimaknai kecil dan sederhana?jawabannya penamaan kelompok memang lebih banyak digunakan untuk komunitas sederhana dan kecil, namun dalam konteks koskar sendiri terminologis kelompok adalah penerjemahan semangat passiana’kan, semangat perkaderan, semangat perjuangan dan semangat kesederhanaan sehingga pemaknaan kecil tidak menyempitkan paradigma berfikir para siana’ di Koskar untuk mentransformasikan ide-ide besar yang tumbuh dalam kelembagaan. Sementara makna karya menyibolkan secara hermeoneotis perlunya kader-kader koskar mengedepankan kinerja dan karya dalam beragam bentuk di Bantaeng dan dimana saja berdomisili.
Ternyata perubahan nama KOSKAR PPB membuatnya semakin angresif dalam menata diri, perkaderan dan rekayasa sosial di Bantaeng, terbukti dengan banyaknya kader yang masuk KOSKAR di sektor kecamatan Bantaeng, eremerasa, dan sekarang KOSKAR lebih banyak memproduk kader di sektor Bissappu dan kecamatan Sinoa bukan hanya itu koskar sekarang sudah memiliki kader-kader potensial dari laur Bantaeng. Perubahan nama KOSKAR cukup efektif dan memudahkannya dalam mengawal beberapa kasus(Kasus sengketa Tanah warga di Letta Kecamatan Bantaeng salah satunya) dan memudahkan kerja sama dengan instansi seperti KPU pada pemilu 2009.
Pada aspek lain KOSKAR yang dikenal dan nota bene merupakan organisasi kepemudaan Bantaeng tidak hanya membatasi diri dalam merekrut dan menata diri hanya dengan melakukan perkaderan dan pendidikan di sektor mahasiswa, namun justru semua lapisan masyarakat koskar memberikan ruang untuk melakukan hal-hal positif secara bersama-sama baik pemuda, remaja mesjid, mahasiswa, pengangguran, putus sekolah dan anak sekolah semuanya ada di KOSKAR. Karena banyaknya karakter dan latar belakang kader-kader, maka reformulasi gagasan dan formulasi kelembagaan dalam mengawal agenda kader sangat penting terus direkayasa.
KOSKAR Antara Das Sein Dan Das Sollen
Momentum milad kali ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi koskar dalam menjawab tantangan yang dihadapi sekarang dan akan datang. Koskar dituntut dan diharapkan mampu menjawab tantangan internalnya dan eksternalnya. Dinamika pemikiran dan politik di Koskar sangat berpengaruh bagi psikologi pengurus dan pengader untuk menata lembaga. Koskar yang dulunya lebih dominan nalar kritisnya justru sekarang lebih banyak melakukan kegiatan konstruktif. Tentu saja ada yang bertanya apakah koskar sudah berubah? Makna pertanyaan ini bisa negatif dan bisa positif, jika perubahan itu dimaknai secara politis maka secara otomatis koskar akan termarginalkan, namun jika pertanyaan itu dimaknai dalam konteks positif maka tentu saja akan jadi hal dinamis menjawab pertanyaan tersebut.
Penulis sebagai mantan Ketua PW Pa’jukukang dan Pengurus Humas dan advokasi 2 periode di Koskar akan menjawab “ya koskar sudah berubah”, bagaimana perubahan koskar? Jawabannya sesuai konteks zamannya. Ketika koskar memilih melakukan rekayasa sosial lebih pada sebuah rekayasa kontruktif pasti semua orang bertanya koskar sudah tidak ideal lagi, sesungguhnya jawaban itu hanyalah jawaban politis, mungkin karena orang tersebut merasa terganggu atas eksistensi koskar(tidak diuntungkan), atau mungkin orang tersebut tidak memiliki akses untuk mengkomodasi kepentingan politiknya ke koskar, atau mungkin orang tersebut mendapat informasi setengah masak, atau mungkin orang tersebut tidak ada pekerjaan lagi akhirnya memutuskan hanya mengkritisi koskar saja supaya ada kerjaan, minimal membuat anak koskar gusar, jika ungkapan itu datang dari internal koskar jawaban penulis pasti pertanyaan ini adalah pertanyaan strategis untuk tetap melihat koskar dalam kerangka evaluasi konstruktif.
Apapun pertanyaan, masukan dan intrik dari luar harus mampu dijawab oleh pengurus koskar jika itu sangat penting sebagai bentuk klarifikasi isu. Setelah penulis mulai aktif kembali membawakan orasi,kajian di koskar setelah sekian lama kurang aktif karena kesibukan pada tempat lain ternyata kritik internal koskar sedikit melemah, sehingga model evaluasi kolektif akan kesulitan dijembatani. Apapun bentuk isu dan trik yang menjadi ancaman yang bisa merusak nama lembaga koskar harus direspon secara positif agar perbaikan bisa selalu dilakukan dalam lembaga.
Disisi yang lain perubahan nama dan banyaknya kader koskar adalah langkah awal menata ulang visi besar koskar sebagai pemasok sumber daya masa depan Bantaeng, namun disisi lain membuat pengurus pusat koskar dan Pengurus Wilayah harus berfikir serius dengan menghadirkan keresahan-keresahan batin atas eksistensi koskar yang membutuhkan personalia dan pikiran-pikiran yang lebih baru tanpa menghilangkan identitas dasar koskar. Koskar yang memiliki kader banyak bisa saja tidak terurus kadernya khususnya dalam menata pikiran-pikiran kreatif positif pada kadernya karena konteks dan banyaknya program yang harus di atasi oleh pengurus KOSKAR. Saat ini kader-kader koskar yang potensial telah memasuki ruang akselerasi sosial dengan terlibat langsung pada PMNM Mandiri, LSM, Fasilitator dan guru membuat eksistensi KOSKARr mengalami kekurangan tenaga pengader yang bisa konsentrasi mengurus lembaga dan bisa melemahkan semangat militansi kelembagaan. Bukan hanya itu aras berfikir kader-kader koskar masih banyak mengadopsi semangat oposisi total yang menjadi alam bawah sadarnya, sehingga aktivitas kelembagaan selalu mau dilihat dalam definisi oposisi, padahal kontennya sudah berubah, semantara semangat yang tumbuh pada konteks lainnya adanya rekayasa yang mengarah kepada konstruktif, jika arah konstruktif tidak ditata dengan baik maka tentu saja koskar akan mengalami kegamangan eksistensia sampai akhirnya mengalami depresi ontologis eksistensial bahkan vis a vis sebagai logika binerian tak tertata.
Jika ini tidak mampu dijawab maka semangat yang menjadi harapan besar KOSKAR sebagaimana dalam penafsiran rakayasa di atas adalah mencapai sebuah tatanan sosial yang bermartabat, berkeadila, sejahterah dan bertauhid.
Tafsir Independansi KOSKAR dan Rekayasa Sosio-Kultural
KOSKAR sebagai organisasi indepen segaimana tertuan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Kadang kita salah memaknai independansi sebagai sebuah sikap tak jelas, namun sesungguhnya dalam rumusan AD/ART KOSKAR independensi sesungguhnya bermakna pertama Koskar sebagai organisasi kepemudaan memiliki sikap hanya berpihak kepada kebenaran, keadilan, orang lemah dan terpinggirkan. Koskar melakukan advokasi kebijakan semata-mata untuk memberikan dan menegaskan sikap politiknya untuk tetap berada pada posisi membela dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan semangat adi luhung, semangat keadilan dan karakyatan. Ke dua independensi koskar merupakan penafsiran semangat pluralisme pemikiran, pluralisme mazhab keagamaan. Jika dulu Muhammadiyah dan NU dalam konteks Bantaeng selalu melakukan perang antara bara sanji versus tidak bara sanji , Maka di Koskar semua orang yang mau melakukan bara sanji di persilahkan dan juga yang tidak mau bara sanji di beri ruang seluas-luasnya yang terpenting bagi kader-kader koskar yang bara sanji dan yang tidak bara sanji adalah kemampuan melakukan artikulasi sosiologis atas nilai islam dan dalam membangun masyarakat yang sehat (good society), humanis dan pemerintahan yang baik(good gavernance).
Semangat pluralisme pemikiran dan semangat pluralisme mazhab keagamaan dalam diri Koskar bukan dibiarkan untuk menjadi sekuler, menjadi anarkis tak berwawasan, namun sesungguhnya tetap ada sebuah formulasi kesamaan dasar yang membingkai anak-anak koskar yakni cita-cita ideal perjuangan dan rekayasan sosial untuk mewujudkan generasi yang memiliki semangat spiritualisme, semangat keilmuan, emosial demi menjapai masyarakat yang berkerahmatan,masyarakat yang menjunjung nilai-nilai tauhid. Untuk melakukan rekayasa besar dan koskar tetap berada pada jalur yang kontekstual, maka formulasi strategi koskar adalah “Kemitraan Kritis Konstruktif”,
• Kemitraan Kritis Konstruktif
Kemitraan kritis konstruktif sebagai grand strategi kelembagaan koskar merupakan rekayasa utama para aktivis koskar dalam mengartikulasikan ide-idenya dalam masyarakat, pemerintahan dan swasta. Ide kemitraan dimaknai bahwa koskar bisa melakukan upaya kerja sama dengan elemen sosial yang ada disekitarnya, baik sawasta, pemerintah dan gerakan sosial lainnya sepanjang memiliki konsep jelas, visi dan misi yang tetap mengdepankan asas strategis kerja sama. Kerja sama yang dilakukan koskar buka dalam rangka untuk melakukan kerja sama tanpa sebuah rujukan konsepsional jelas, namun justru sebaliknya yang terpenting bagi koskar adalah kemampuan melakukan kerja sama strategisnya tanpa menghilangkan jati diri dan ide-ide dasarnya untuk tetap komitmen pada visi kearifan lokal siri’ na pacce’ ,semangat demokratis dan nilai-nilai islam sebagai dasar pijakan melakukan kegiatan.
Kritis dalam konteks sosilogis lebih banyak diartikan upaya serius melakukan rekayasa advokasi terhadap kebijakan, masalah dan segala sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan norma serta kebutuhan dasar bersama. Kritis dalam konteks koskar adalah sikap koskar dalam menyikapi kebijakan, permasalahan yang timbul dalam masyarakat, pemerintahan yang bisa mengorbankan kepentingan nilai,etika dan masyarakat. Jika ada masalah serius yang salah kalau koskar hanya berdiri melihatnya maka secara otomatis koskar telah mati sikap kritisnya, namun konsep ini menjadi acuan bahwa koskar tetap mengedepankan kritikan pada sebuah masalah yang mengganggu eksistensi norma dan masyarakat kebanyakan. Koskar sebagai organisasi kritis tidak seharusnya mengambil sikap kritis tanpa melakukan pembacaan strategis, kronologis, kepentingan masalah sehingga sikap yang diambil bisa dipertanggung jawabkan kepada kader dan publik. Domain politik dalam konteks sosio-politik sangat sarat dengan kepentingan oleh kelompok tertentu, sehingga sikap kritis jika gagal terpahami alasan-dan konteks gerakannya akan termamfaatkan total oleh yang pro kekuasaan maupun yang anti kekuasaan. Itulah sebabnya sikap koskar yang sangat hati-hati dalam menangani sebuah masalah menjadi penerjemahan politik atas sikap yang terbangun dalam kerangka epistemologis konstruktif.’
Sementara sikap konstruktif koskar menjadi perwujudan secara positif atas potensi kadernya dalam membangun masyarakat yang sehat. Koskar yang kita sudah ketahui bersama memiliki kader 6000an lebih tersebar diseluruh kecamatan kabupaten Bantaeng memiliki banyak potensi kreatif untuk memperbaiki masyarakat dan menata pemerintahan. Koskar bukan hanya harus mengkirtisi masalah namun justru sebaliknya berkewajiban melakukan rekayasa langsung terhadap ide-idenya untuk diaktualkan dalam ranah sosial. Konten gerakan sosial saat ini sangat jauh beda dengan konten tahun 1980an karena tahun 1980an sikap mahasiswa dan gerakan sosial lebih banyak melakukan advokasi oposisi total disebabkan dinasti TNI sangat refresif dan menindas secara otoriter kepentingan sipil termasuk anti kritik, sehingga pilihan strategis gerakan sosial harus pada posisi oposisi total. Setetlah runtuhnya orde baru dan kroni-kroninya diharapkan posisi tawar yang positif dalam membangun bangsa, daerah sangat penting diapresiasi secara konstruktif.
• Rekayasa Perkaderan
Perkaderan sebagai roh organisasi membutuhkan formulasi yang berkesinambungan. Jika formulasi perkaderan dan desain arah perkaderan koskar tidak direkayasa maka secara otomatis koskar akan mengalami kemandekan, kejumudan dan pelemahan dokrin perjuangan. Koskar sebagai instrumen sosial yang memiliki daya gerak dan rekayasa cepat dituntut melakukan rekayasa perkaderan internal agar kader-kadernya bisa menjawab problem eksistensinya. Pertama muatan perkaderan perlu ada kontekstualisasi, pengurus wilayah Makassar sebagai basis utamanya para pengader dan dedenkot KOSKAR karena konteks yang memberikan ruang perkaderan harus ada perubahan muatan, karena kader-kader yang tergabung di makassar berada dalam jejarang antropologi kampus, perubahan muatan yang penulis maksudkan jika konteks Bantaeng lebih banyak bicara identitas pemuda sebagai alat ukur menafsirkan karakteristik kader, maka di Makassar terminologi pemuda harus dirubah menjadi terminologi mahasiswa dan aktivis agar kontekstualisasi gagasan bisa terjadi. Perubahan materi “Pemuda dan perubahan sosial” harus digeser ke “Mahasiswa dan tanggung jawab sosial”. Tanpa perubahan tersebut karakteristik setiap wilayah akan mandeg dan tak jelas, penegasan ini penting untuk menghindari diskontekstualisasi rekayasa gerakan.
Ke dua Pengurus pusat tidak boleh lagi mengurus LKD(latihan kepemimpinan dasar) jikapun ada yang mengurus LKD maka LKD hanya untuk daerah baru bagi koskar. LKD harus diserahkan kepada pengurus wilayah masing-masing, sehingga tidak terjadi kerancuan penataan perkaderan, kontekstualisasi gerakan pusat harusnya lebih banyak menata isu di Bantaeng, melakukan rekayasa sosial kemasyarakat, membangun relasi konstruktif tanpa kehilangan aura dasarnya. Mungkin dengan begini PP Koskar akan banyak mengadakan diskusi panel tiap bulan, silaturahmi ke lembaga-lembaga yang memiliki basis data dan bisa diajak berfikir masalah Bantaeng, pengurus pusat sudah harus melakukan uji profile anggota dewan yang layak dan tidak layak karena tidak memiliki gagasan pemberdayaan konstituen, malas dan anti komunikasi kepentingan rakyat. Dengan rekayasa demikian apakah dewan, eksekutif bisa hadap diri jika tidak koskar melakukan publising kandidat dewan, kepala dinas, dan calon-calon bupati yang tidak layak. Minimal dengan demikian koskar memiliki peran strategis dalam mengawal rekayasa peradaban ala Bantaeng. Ke tiga rekayasa LKM(latihan kepemimpinan menengah) dan LKA(Latihan Kepemimpinan Atas), PW Makassar harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk mengadakan LKM karena posisinya yang strategis di Makassar akan ikut memudahkan menghadirkan pembicara sekaligus menghadirkan suasana baru koskar sementara LKA sebagai latihan kepemimpinan tertinggi harus menjadi prioritas PPB KOSKAR karena LKA selama ini tidak pernah terlaksana dan jika LKA terlaksana kali ini semua mantan PP KOSKAR akan ikut melakukan pergumulan intelektual.
Ke empat Koskar harus menjadikan diri sebagai rumah intelektual,sehingga khasanah yang muncul adalah khasanah pemikiran positif. Banyaknya potensi anak KOSKAR tidak mampu termediasi dengan baik, kalau hal ini dibiarkan terus menerus maka koskar akan kehilangan momentum kedepannya. Perekayasaan internal kelembagaan bisa terwujud jika KOSKAR membuat jurnal ilmiah yang berfungsi sebagai aktualisasi gagasan, aktualisasi isu daerah Bantaeng, dan sekaligus sebagai medium info kader. Dengan adanya buletin berkala akan membuat anak-anak KOSKAR bisa dibaca pikiran-pikirannya oleh publik dan para kadernya, sehingga arus imformasi dan isu koskar bisa menjadi salah satu simpulnya di Bantaeng.
MILAD KE XXII Dan Refleksi Ontologis Eksistensial KOSKAR PPB
Koskar PPB pada milad kali ini haru melihat secara konfrehenship dirinya, melihat secara utuh tubuhnya, pikirnnya, gerakkannya, dalam akselerasi sosial. Ketegasan identitas KOSKAR pada masa dulu membuat koskar mampu melakukan rekayasa gerakan, rekayasa kader dan memiliki trust pada publik. Kalau ada koskar pasti ada nuansa kritis dalam sebuah diskusi dimana saja di Bantaeng, itulah stigma penegasan identitas koskar sebagai organisasi kepemudaan, jika penegasan identitas ini tidak mapu diurai dalam bentuk diskursus dan evaluasi pemikiran maka koskar akan mengalami nasib kehilangan jati diri, Nuansa lama tidak mesti harus menjadi identitas koskar sekarang secara utuh, namun nuansa yang harus dipertahankan adalah nuansa yang bisa menyimbolkan identitas koskar dalam aksentuasi sosiologis.
Kesan Koskar tanpa identitas, koskar tanpa tradisi, koskar tanpa aikon akan membuat koskar kehilangan jati diri yang biasnya akan membuat koskar hilang dipusaran sejarah Bantaeng. Untuk menata semua ini penulis sedikir banyak memberikan sumbangsi ide sebagaimana di atas perlu penegasan “citra diri koskar”,jika penegasan citra diri koskar gagal dimaknai dalam momentum milad kali ini maka koskar tidak lebih hanya mengadakan kegiatan sereminial sama dengan organisasi ngumpul-ngumpul aja, organisasi yang hanya memproduk kegiatan tanpa kepala, organisasi tanpa jenis kelamin, organisasi hanya makan-makan, organisasi hanya acara-acara, tentu saja eksistensi seperti ini akan ikut memperburuk konstalasi demokrasi lokal.
Koskar sebagai organisasi yang memiliki tri komitmen, komitmen keislaman,komitmen keilmuan, dan komitmen koorganisasian yang menjadi aikon pembentukan citra organisasi sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Penegasan citra perkederan jangan hanya dimaknai dalam satu sekmen konteks kegiatan LKD,LKM dan LKM namun harus dimaknai dalam semu dimensi kehidupan kader.Formulasi strategis yang dibangun KOSKAR PPB menjadi standar dalam menata gerakannya. Supaya KOSKAR PPB mampu mengaktualkan ide politik strategisnya dalam ranah sosial dan publik untuk membangun narasi besar “Demokrasi Humanis-Kultural”. Momentum milad kali ini tidak boleh hanya dimaknai sebagai ritus berkumpulnya anak muda koskar mengadakan kegiatan,menghadirkan para nara sumber yang kredibel kemudian dipublis ke media dengan mengabaikan aspek fundamentalisme(hal yang menjadi spirit dasar lembaga) kelembagaan sebagai organisasi yang berasaskan islam dengan tetap mengedepankan tri komitmen, komitmen keislaman, komitmen keilmuan dan komitmen koorganisasian. Penulis sebagai seorang yang selalu berangkat dari sebuah kegelisahan dalam memandang masalah. Lebih tertarik menjadi penyara suara tersembunyi di KOSKAR tetapi ada pada setiap hati kader-kader KOSKAR PPB suara itu...
Salam hangat buat Pendiri KOSKAR, MSO KOSKAR, Para Pengurus KOSKAR, Siana’-siana’ KOSKAR dan semua Kader KOSKAR PPB, Selamat Melaksanakan Milad semoga momen perubahan dan rekayasa jadi acuan kegiatanta.
Inspirasi Pencerahan Dari Boetta Ilmoe Bantaeng
Bantaeng,Moti, 07 Mei 2011
oleh Bahtiar, S.Fil.I
Menulislah karena hanya dengan menulis sejarah terdokumentasikan,
menulislah karena hanya dengan menulis peradaban ditata,
menulislah karena kebenaran hanya bisa bertahan suaranya lewat tulisan
(Bahtiar; Mengurai kata ‘tidak’ lewat tulisan)
Boetta Ilmoe adalah sebuah nama toko buku, rumah baca sekaligus tempat belajar dan diskusi para siswa, pemuda, mahasiswa, tokoh LSM dan aktivis lainnya. Mungkin kita akan banyak bertanya kenapa ada sebuah tokoh buku yang menyediakan tempat diskusi dan rumah baca, padahal biasanya seorang penjual buku hanya menjual buku bukan untuk menyediakan fasalitas demikian tapi di Boetta Ilmoe anda akan mendapat sesuatu yang berbeda, anda akan mendapat sebuah kenyataan yang melawan pikiran(maksud saya berbeda dari logika bisnis buku biasanya) anda bahwa disana ada fasilitas dan berfungsi sebagai rumah pencerahan untuk anak-anak muda, guru, aktivis NGO.
Tadi pagi jam 09.00-12.30(07/05/2011) penulis ikut meramaikan acara di Boetta Ilmoe sebagai peserta bedah buku ‘kebebasan dan moralitas’ bedah buku yang dibedah langsung oleh penulisnya’Ahmad Sahide’, seorang penulis muda yang produktif dari bulukumba dan sekarang lagi menyelesaikan kuliah pasca sarjana di UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta. Pembedah pembanding lainnya Nasrun Jamal (Aktivis FMBT) dan Mahbud Ali Muhyar (PNS Pemda Bantaeng). Diskusi buku yang sangat menarik karena pembedahnya adalah penulisnya sendiri dan yang lebih penting karena pesertanya adalah para dedenkot pemuda dan aktivis kenamaan Bantaeng, ada Arga Ithos (Aktivis KOSKAR PPB), Hasanuddin Arasy (Ketua Pemuda Muhammadiyah Bantaeng), ada Kamaruddin (Guru dan mantan Aktivis), ada Nur Laela (Aktivis Perempuan), ada Buntus (Senior HPMB), ada Abd Khalik (Aktivis dan TNI) Agus(Aktivis IRM), Sirajuddin Umar (Mantan Ketua KOSKAR) ada beberapa aktivis FMBT termasuk Ketuanya(penulis tidak tau namanya) dan banyak lagi yang lainnya yang penulis tidak perlu sebutkan satu persatu.
Diskusi bedah buku yang dipandu Kamaruddin merupakan implementasi intelektual kaum muda berorientasi masa depan. Dalam ulasannya penulis buku mengatakan, buku yang ditulisnya adalah sebuah rekaman dari tahun 2005-2010 atas kejadian-kejadian penting di Indonesia. Pembahasan mulai masalah islam, pendidikan, kebudayaan, nasionlisme dan politik. Sebuah rekaman sejarah yang menjadi dokumentasi catatan harian sang penulis.
Dalam ulasan pendidikan, pendidikan yang kita jalani selama ini kebanyakan hanya menciptakan buadaya bisu dan diorientasi. Terbukti dengan gagalnya pendidikan terpahami dengan baik, kasus artis yang merasa sudah memiliki uang banyak, popularitas, aset-aset yang bisa menjamin dirinya dan membuatnya bisa hidup mewah serta tentram dimasa depan. Dengan kemewahan tersebut maka pendidikan yang dijalani artis ‘Kasak-Kusuk’, kuliah para artis tidak terurus, terabaikan dan kualitas intelektual pupus semua hal ini terjadi karena kesalahan memahami hakikat dasar tujuan pendidikan kita sebagai proses humanisasi, bukan justru sebaliknya sebagai bagian dari mainstrim kapitalisasi dan komersialisasi. Pendidikan kita hanya dipahami sebagai proses untuk mendapat gelar sarjana dan menjadi PNS atau untuk meraih kemewahan dasar lainnya, pola pemahaman seperti ini membuat kita terjebak dalam lubang hitam dan perangkat syaetaniyah untuk memahami hakikat diri dan proses interaksi pendidikan atau menurut kang Jalal adalah lingkaran syetan pendidikan. Kenapa kita terjebak dalam lubang hitam dan lingkrang syetan pendidikan? Karena pendidikan yang kita peroleh membuat kita lupa orientasi utama, membuat kita lupa dengan hakikat dasar diri kita sebaga manusia yang sadar secara individual, sadar secara sosial dan sadar secara teologis.
Apa yang diulas oleh guru besar Kuntowijoyo harusnya bisa terkaper secara utuh dalam pendidikan kita. Menurut Kuntowijoyo ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mencapai sebuah proses akselerasi diri, pertama Humanisasi,Transedensi dan liberasi. Humanisasi adalah proses memhami diri sebagai mahluk yang memiliki martabat yang mulia sebagaimana penjabaran alqur’an bahwa kita adalah khafilah Allah SWT dimuka bumi yang memiliki legitimasi termualia dibanding mahluk lainnya(malaikan,jin,binatang,tumbuhan) untuk menata diri,alam,peradaban, dan sosial kemasyarakat. Manusia dalam berhubungan dengan dirinya, sesamanya harus mengdepankan aspek saling memanusiakan dalam bahasa makassarnya ‘siana’.Hakikat inilah yang dilupakan oleh pendidikan kita sehingga pendidikan kita hanya mengantarkan kita lupa dan tidak sadar siapa diri kita sesungguhnya. Pendidikan kita mengantar kita lupa siapa kita sesungguhnya.
Kedua Transendensi , kehadiran diri kita dimuka bumi ini merupakan manifestasi dari kesadaran dan kehadiran sebab teologis yang dikenal dalam pemikiran Aristoteles sebab pertama, Plato manusia berasal dari alam idea. Sementara dalam alqur’an manusia berasal dari tuhan yang maha mulia, sehingga sifat-sifat ketuhan dan kemuliaan tuhan ada dalam diri manusia. Kehadiran manusia dimuka bumi tidak boleh membuat manusia lupa dengan tuhannya karena dengan melupakan tuhannya nilai kemanusiaannya akan menjadi sangat sekularistik, jikalau saat ini kita sebagai manusia menjadi sekuler merupakan bagian dari pengaruh pendidikan dan gagasa-gagasan epistemologis materialisme dan rasionalisme instrumental ala Comte dan Cartesian yang masuk menjadi struktur sadar modul pendidikan kita. Pendidikan kita gagal menjadikan ajaran-ajaran nilai yang sangat dekat dengan niali ketuhanan tidak bisa menjiwa dalam konsepsi paradigmatik biasnya kita menjadi serasing dari nilai ketuhanan kita padahal kita orang yang beragama, mungkin suatu saat jika seperti ini terus maka kita akan menjadi seorang yang ‘menganut agama namun tanpa tuhan.
Ketiga liberasi, kehadiran manusia sebagai mahluk hidup adalah kehadiran secara sadar dan fitrawih. Ketika hakikat diri sebagai mahluk yang bebas mandiri tidak terealisasi dalam kehidupan maka upaya pembebasan terhadap diri yang terpenjara oleh kebodohan, kemiskinan, ketertindasan, dominasi politik, eksploitasi kapitalis dan cengkraman nerasi pengetahuan ‘kolonial mind’ menjadi sebuah kemestian. Perlawanan terhadap penindasan atas kebebasan yang tercerabut merupakan perwujudan diri yang sadar dan penegasan eksistensi diri Sartre sendiri walaupun sosok seorang humanis ateis romatis tetap mendeklarasikan agenda diri dan pembebasan atas penindasan manusia dalam sebuah adigiumnya’man is free or rather man is freedom’ saking pentingnya sebuah harapan dan agenda kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari belenggu penindasan. Tentu saja pendidikan kita tidak mampu menjawab semua soal ini dulu dan sekarang ini.
Ulasan seputar islam, saya sebagai penganut agama islam termasuk kita semua penganut islam yang menganggap taat pada agama kita masing-masing belum tentu itu bisa menjadi alasan yang tepat bahwa kita sudah menjadi islam secara kaffah. Kalau penulis melihat islam sebagai agama, maka saya ingin menyampaikan islam kita, islam saya dan islam anda masih ada dikasur, masih ada di mesjid, masih ada dikeranjang pakaian. islam belum keluar dari mesjid, islam belum keluar dari rumah,islam menuju masyarakat, islam belum sampai di persimpangan jalan untuk menjawab kemiskinan. Jika islam masih seperti ini, jawaban sederhana akan kita temukan jika umat islam miskin, bodoh, terbelakang, gatek(gagal tekhnologi) wajar, nabi sudah mengingatkan kita ‘suatu saat umat islam akan seperti makanan di atas meja yang diperebutkan’. Umat islam memang banyak, namun banyaknya umat islam justru semakin banyak masalah kemiskinan, dan lemahnya penemuan islam dalam bentuk saintek dan penemuan lainnya semua ini terjadi karena islam masih dipahami dalam kerangka individualis sufisme.
Ulasan kebudayaan dan nasionalisme, nasionalisme dan budaya merupakan satu bingkai yang saling mengait dan mengisi kekurangan. Jika kita bicara nasionalisme maka secara sadar kita bicara kesadaran ke-indonesiaan kita digugat dan rangsang oleh pertanyaan-pertanyaan kritis, masihkah kita seorang yang indonesia? Masihkah kita berbudaya luhur sabagai putra indonesia yang berbudaya? Jawabannya sangat sederhana. Jika kita melihat fakta diri kita yang kehilangan orientasi kebangsaan maka sesungguhnya kita telah meniadakan diri kita dari indonesia dan indonesia dari diri kita. Konsepsi nasionalisme kita merupakan bagian dari kesadaran universal kebangsaan kita untuk melihat negara secara utuh dan melindungi negara dari ancaman asing. Melindungi negara dari ancaman asing adalah sikap nasionalisme kita, namun jika asing mengeksploitasi negara kita justru kita ikut terlibat mengeksploitasi negara maka secara otomatis kita telah kehilangan sikap dan karakter nasionalisme yang menjadi gagasan utama bhineka tunggal ika.Semangat kebangsaan kita dimana saat laut kita dicaplok oleh Malaysia, tari dan budaya kita dicaplok oleh Malaysia?
Ulasan politik, politik dan sistem demokrasi yang dijalankan di indonesia bisa diterjemahkan masih terjebak dalam sebuah sistem dan politikal praktis atau real politik (Amin Rais), kasus KPK yang dikriminalisasi, kasus KPK vs POLRI(2010), dewan JJS (jalan-jalan santai) keluar negeri saat terjadi gempa merapi merupakan bukti anarkisme, liberalisme, sekularisme, dan nihilisme politik yang dijalankan. Para politisi dengan sistem demokrasi kehilangan nuraninya, kehilangan rasa kemanusiaannya, kehilangan rasa keadilannya, kehilangan rasa persaudaraannya dan menjadi sosok yang bengis menakutkan bagi keadilan, bagi kerakyatan, bagi kemanusiaan dan kebebasan manusia dari bentuk dominasi dan penjajahan politik negara dan asing. Negara memberikan legitimasi politik secara terbuka kepada elit secara institusional dengan sistem demokrasi, semua aktivitasnya terlegitimasi oleh undang-undang, konvensi dan kebijakan lainnya padahal semua yang dilakukannya merupakan sikap institusional.
Kebebasan dan moralitas elit dan sebagain manusia telah mengalami sebuah kontradiksi, disatu sisi ingin bebas disisi lain melakukan sikap bebas yang menindas moralitas dan sesamanya. Inilah bentuk kebebasan tapi menganut moralitas kaum budak, moralitas kaum miskin nilai dan etis. Banyak manusia yang bermoral bagus secara individual namun moralitasnya tidak mampu menyelesaikan problem kemiskinan, problem pendidikan dan problem kemanusiaan, sehingga moralitasnya adalah meralitas tarzan yang cocok dipakai di Hutan Rimba hidup sendirian. ‘Kebebasan manusia adalah dijaga sama dengan pakaian dicuci,disetrika namun kebebasan harus juga menjaga manusia seperti pakaian yang baik harus mampu melindungi badan dari gangguan penyakit’(muhyar). Moralitas dan kebebasan harus mampu menjawan problem diri, problem sosial, problem teologis agar terjadi harmonisasi humanis atas kebebasan dan moralitas
Boetta Ilmoe, Inspirasi Pencerahan Buatku
Boetta Ilmoe sebagai tokoh buku menjadi salah satu inspirasi bagi penulis untuk memahami gerakan sosial berbasis pencerahan. Jika penulis melakukan pelacakan atas diskusi tadi (07/05/2011) bukan hanya pemikiran dari buku “kebebasan dan moralitas” yang menarik isinya, namun yang terpenting adanya sebuah inspirasi bagi penulis dan peserta lainnya untuk memeriksa catatan-catatan masa lalu,memeriksa apa yang telah penulis dokumentasikan sebagai bagian dari bentuk domumentasi pengetahuan. Saya menjadi tersentak seorang penulis berangkat dari sebuah catatan harian, dan pengaruh lingkungan pergulatannya dalam menjalani kehidupan. Ahmad Sahide mengakui lingkugan dan inspirasi keresahannyalah yang membuatnya mampu menuliskan buku ‘kebebasan dan Moralitas’.
Penulis yang baik adalah penulis yang memiliki domumentasi sejarah dan dokumen terkait tulisan (sedikit banyak itu ungkapan penulis buku). Tulisan-tulisan yang penulis tuliskan merupakan tulisan sederhana namun telah menjadi inspirasi bagi penulis essai-essai yang terlibat dalam diskusi dan yang membaca bukunya. Disinilah perlu kita sadari betapa pentingnya sebuah kesadaran untuk menuliskan pengalaman, keresahan, kejadian-kejadian penting, namun tidak semua yang kita alami layak dituliskan karena menulis adalah bagian dari perasaan resah dan gelisah atas pengalaman dan fakata. Jika pengalaman dan fakta tidak meresahkan kita maka tulisan yang dihasilkan tidak akan menyentu pembaca dan penulis sendiri. Menulis yang baik bisa dilakukan jika ada lingkungan yang mendukung, menulis yang baik perlu sebuah catatan kecil untuk dibawa kemana-mana agar semua yang penting dalam keseharian bisa direkan dalam bentuk catatan, semua yang dilalui bisa diingat saat tiba di rumah sebagai bahan dasar tulisan.
Ketika penulis membaca tulisan penulis sendiri baik saat SMA (sekolah menengah atas) maupun masa kuliah membuat penulis mengingat kegiatan apa yang membuat penulis menuliskannya, hal yang sangat menarik ketika penulis periksa tulisan penulis saat semester 2 yang diterbitkan oleh jurnal ‘Pikkiri KOSKAR PPB’ dengan judul ‘eksistensi manusia’, sebuah tulisan yang mengurai pemikiran humanisme Sartre, Nietzsche dan Karl Marx. Saat membaca ulang, penulis heran dengan tulisan sendiri walaupun masih banyak okkotnya, minimal telah membuat penulis tergugah dan meresakan sebuah kehadiran masa lalu sebagai inspirasi.
Diskusi tadi (07/04/2011) di Boetta Ilmoe mengingatkan kembali kepada saya bagaimana kenangan masa lalu ketika saya menulis pas-pasan, menyadarkan saya pentingnya menulis, menyadarkan saya penting mendokumentasikan sejarah lewat tulisan, menyadarkan saya pentingnya merangkai dan mengumpulkan catatan-catatan berserakan. Diskusi tadi juga mempertemukan saya dengan teman-teman dari Muhammadiyah, NU, KOSKAR PPB, FMBT, HPMB dan LSM. Pertemuan di Boetta Ilmu tadi menyadarkan saya bahwa Boetta Ilmoe menjadi inspirasi historis orientet dan konsolidasi gerakan lewat pencerahan dan itu bisa kembali menjadi bara api pengingat bagi saya karena Boetta Ilmoe menginspirasiku. Boetta Ilmoe memang tokoh sederhana namun membangkitkan kesadaran, membangkitkan bara api semangatku, Boetta Ilmoe memang biasa-biasa aja namun luar biasa karena semangat pendiriannya adalah semangat ‘perjuangan’ bukan logika bisnis sebagaimana penuturan direkturnya Drs, Sulhan Yusuf. Terharuku the,,,hehehehe...
Generasi muda yang memiliki visi dan misi sangat penting melakuakn rekayasa pencerahan, rekayasa peradaban dengan memulainya pada hal-hal sederhana tapi menyentuh aspek subtansial yang dibutuhkan generasi. Belajar dari Boetta Ilmoe minimal membuat kita sadar dan terguga untuk melakukan aktivitas pencerahan terus-menerus, aktivitas yang memiliki basic pengetahuan yang memadai, aktivitas yang berangkat dari sebuah pengalaman keseharian kita karena pengalaman adalah guru terbaik buat kita, karena pengalaman tidak pernah membohongi kita tapi justru pengalaman menggugah diri kita secara fitrawih kemanusiaan.
WARNING...!!!
Harusnya PEMDA dan DPRD Bantaeng tersentuh dan bisa merespon kegiatan pencerahan di Bantaeng, jika tidak maka menjadi salah satu bukti bahwa PEMDA dan DPRD Bantaeng tidak memiliki visi peradaban dan kemanusiaan sebagai visi utama kepemimpinan bangsa Indonesia. Bukankah peradaban tumbuh lewat gerakan pencerahan? Ingat..ingat...ingat...itu....!!!
Semoga Boetta Ilmoe tetap jaya dan bisa melanjutkan agenda pencerahan generasi muda Bantaeng... Amiin ya rabbal alamiin.
oleh Bahtiar, S.Fil.I
Menulislah karena hanya dengan menulis sejarah terdokumentasikan,
menulislah karena hanya dengan menulis peradaban ditata,
menulislah karena kebenaran hanya bisa bertahan suaranya lewat tulisan
(Bahtiar; Mengurai kata ‘tidak’ lewat tulisan)
Boetta Ilmoe adalah sebuah nama toko buku, rumah baca sekaligus tempat belajar dan diskusi para siswa, pemuda, mahasiswa, tokoh LSM dan aktivis lainnya. Mungkin kita akan banyak bertanya kenapa ada sebuah tokoh buku yang menyediakan tempat diskusi dan rumah baca, padahal biasanya seorang penjual buku hanya menjual buku bukan untuk menyediakan fasalitas demikian tapi di Boetta Ilmoe anda akan mendapat sesuatu yang berbeda, anda akan mendapat sebuah kenyataan yang melawan pikiran(maksud saya berbeda dari logika bisnis buku biasanya) anda bahwa disana ada fasilitas dan berfungsi sebagai rumah pencerahan untuk anak-anak muda, guru, aktivis NGO.
Tadi pagi jam 09.00-12.30(07/05/2011) penulis ikut meramaikan acara di Boetta Ilmoe sebagai peserta bedah buku ‘kebebasan dan moralitas’ bedah buku yang dibedah langsung oleh penulisnya’Ahmad Sahide’, seorang penulis muda yang produktif dari bulukumba dan sekarang lagi menyelesaikan kuliah pasca sarjana di UGM (Universitas Gajah Mada) Jogjakarta. Pembedah pembanding lainnya Nasrun Jamal (Aktivis FMBT) dan Mahbud Ali Muhyar (PNS Pemda Bantaeng). Diskusi buku yang sangat menarik karena pembedahnya adalah penulisnya sendiri dan yang lebih penting karena pesertanya adalah para dedenkot pemuda dan aktivis kenamaan Bantaeng, ada Arga Ithos (Aktivis KOSKAR PPB), Hasanuddin Arasy (Ketua Pemuda Muhammadiyah Bantaeng), ada Kamaruddin (Guru dan mantan Aktivis), ada Nur Laela (Aktivis Perempuan), ada Buntus (Senior HPMB), ada Abd Khalik (Aktivis dan TNI) Agus(Aktivis IRM), Sirajuddin Umar (Mantan Ketua KOSKAR) ada beberapa aktivis FMBT termasuk Ketuanya(penulis tidak tau namanya) dan banyak lagi yang lainnya yang penulis tidak perlu sebutkan satu persatu.
Diskusi bedah buku yang dipandu Kamaruddin merupakan implementasi intelektual kaum muda berorientasi masa depan. Dalam ulasannya penulis buku mengatakan, buku yang ditulisnya adalah sebuah rekaman dari tahun 2005-2010 atas kejadian-kejadian penting di Indonesia. Pembahasan mulai masalah islam, pendidikan, kebudayaan, nasionlisme dan politik. Sebuah rekaman sejarah yang menjadi dokumentasi catatan harian sang penulis.
Dalam ulasan pendidikan, pendidikan yang kita jalani selama ini kebanyakan hanya menciptakan buadaya bisu dan diorientasi. Terbukti dengan gagalnya pendidikan terpahami dengan baik, kasus artis yang merasa sudah memiliki uang banyak, popularitas, aset-aset yang bisa menjamin dirinya dan membuatnya bisa hidup mewah serta tentram dimasa depan. Dengan kemewahan tersebut maka pendidikan yang dijalani artis ‘Kasak-Kusuk’, kuliah para artis tidak terurus, terabaikan dan kualitas intelektual pupus semua hal ini terjadi karena kesalahan memahami hakikat dasar tujuan pendidikan kita sebagai proses humanisasi, bukan justru sebaliknya sebagai bagian dari mainstrim kapitalisasi dan komersialisasi. Pendidikan kita hanya dipahami sebagai proses untuk mendapat gelar sarjana dan menjadi PNS atau untuk meraih kemewahan dasar lainnya, pola pemahaman seperti ini membuat kita terjebak dalam lubang hitam dan perangkat syaetaniyah untuk memahami hakikat diri dan proses interaksi pendidikan atau menurut kang Jalal adalah lingkaran syetan pendidikan. Kenapa kita terjebak dalam lubang hitam dan lingkrang syetan pendidikan? Karena pendidikan yang kita peroleh membuat kita lupa orientasi utama, membuat kita lupa dengan hakikat dasar diri kita sebaga manusia yang sadar secara individual, sadar secara sosial dan sadar secara teologis.
Apa yang diulas oleh guru besar Kuntowijoyo harusnya bisa terkaper secara utuh dalam pendidikan kita. Menurut Kuntowijoyo ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk mencapai sebuah proses akselerasi diri, pertama Humanisasi,Transedensi dan liberasi. Humanisasi adalah proses memhami diri sebagai mahluk yang memiliki martabat yang mulia sebagaimana penjabaran alqur’an bahwa kita adalah khafilah Allah SWT dimuka bumi yang memiliki legitimasi termualia dibanding mahluk lainnya(malaikan,jin,binatang,tumbuhan) untuk menata diri,alam,peradaban, dan sosial kemasyarakat. Manusia dalam berhubungan dengan dirinya, sesamanya harus mengdepankan aspek saling memanusiakan dalam bahasa makassarnya ‘siana’.Hakikat inilah yang dilupakan oleh pendidikan kita sehingga pendidikan kita hanya mengantarkan kita lupa dan tidak sadar siapa diri kita sesungguhnya. Pendidikan kita mengantar kita lupa siapa kita sesungguhnya.
Kedua Transendensi , kehadiran diri kita dimuka bumi ini merupakan manifestasi dari kesadaran dan kehadiran sebab teologis yang dikenal dalam pemikiran Aristoteles sebab pertama, Plato manusia berasal dari alam idea. Sementara dalam alqur’an manusia berasal dari tuhan yang maha mulia, sehingga sifat-sifat ketuhan dan kemuliaan tuhan ada dalam diri manusia. Kehadiran manusia dimuka bumi tidak boleh membuat manusia lupa dengan tuhannya karena dengan melupakan tuhannya nilai kemanusiaannya akan menjadi sangat sekularistik, jikalau saat ini kita sebagai manusia menjadi sekuler merupakan bagian dari pengaruh pendidikan dan gagasa-gagasan epistemologis materialisme dan rasionalisme instrumental ala Comte dan Cartesian yang masuk menjadi struktur sadar modul pendidikan kita. Pendidikan kita gagal menjadikan ajaran-ajaran nilai yang sangat dekat dengan niali ketuhanan tidak bisa menjiwa dalam konsepsi paradigmatik biasnya kita menjadi serasing dari nilai ketuhanan kita padahal kita orang yang beragama, mungkin suatu saat jika seperti ini terus maka kita akan menjadi seorang yang ‘menganut agama namun tanpa tuhan.
Ketiga liberasi, kehadiran manusia sebagai mahluk hidup adalah kehadiran secara sadar dan fitrawih. Ketika hakikat diri sebagai mahluk yang bebas mandiri tidak terealisasi dalam kehidupan maka upaya pembebasan terhadap diri yang terpenjara oleh kebodohan, kemiskinan, ketertindasan, dominasi politik, eksploitasi kapitalis dan cengkraman nerasi pengetahuan ‘kolonial mind’ menjadi sebuah kemestian. Perlawanan terhadap penindasan atas kebebasan yang tercerabut merupakan perwujudan diri yang sadar dan penegasan eksistensi diri Sartre sendiri walaupun sosok seorang humanis ateis romatis tetap mendeklarasikan agenda diri dan pembebasan atas penindasan manusia dalam sebuah adigiumnya’man is free or rather man is freedom’ saking pentingnya sebuah harapan dan agenda kemanusiaan untuk membebaskan manusia dari belenggu penindasan. Tentu saja pendidikan kita tidak mampu menjawab semua soal ini dulu dan sekarang ini.
Ulasan seputar islam, saya sebagai penganut agama islam termasuk kita semua penganut islam yang menganggap taat pada agama kita masing-masing belum tentu itu bisa menjadi alasan yang tepat bahwa kita sudah menjadi islam secara kaffah. Kalau penulis melihat islam sebagai agama, maka saya ingin menyampaikan islam kita, islam saya dan islam anda masih ada dikasur, masih ada di mesjid, masih ada dikeranjang pakaian. islam belum keluar dari mesjid, islam belum keluar dari rumah,islam menuju masyarakat, islam belum sampai di persimpangan jalan untuk menjawab kemiskinan. Jika islam masih seperti ini, jawaban sederhana akan kita temukan jika umat islam miskin, bodoh, terbelakang, gatek(gagal tekhnologi) wajar, nabi sudah mengingatkan kita ‘suatu saat umat islam akan seperti makanan di atas meja yang diperebutkan’. Umat islam memang banyak, namun banyaknya umat islam justru semakin banyak masalah kemiskinan, dan lemahnya penemuan islam dalam bentuk saintek dan penemuan lainnya semua ini terjadi karena islam masih dipahami dalam kerangka individualis sufisme.
Ulasan kebudayaan dan nasionalisme, nasionalisme dan budaya merupakan satu bingkai yang saling mengait dan mengisi kekurangan. Jika kita bicara nasionalisme maka secara sadar kita bicara kesadaran ke-indonesiaan kita digugat dan rangsang oleh pertanyaan-pertanyaan kritis, masihkah kita seorang yang indonesia? Masihkah kita berbudaya luhur sabagai putra indonesia yang berbudaya? Jawabannya sangat sederhana. Jika kita melihat fakta diri kita yang kehilangan orientasi kebangsaan maka sesungguhnya kita telah meniadakan diri kita dari indonesia dan indonesia dari diri kita. Konsepsi nasionalisme kita merupakan bagian dari kesadaran universal kebangsaan kita untuk melihat negara secara utuh dan melindungi negara dari ancaman asing. Melindungi negara dari ancaman asing adalah sikap nasionalisme kita, namun jika asing mengeksploitasi negara kita justru kita ikut terlibat mengeksploitasi negara maka secara otomatis kita telah kehilangan sikap dan karakter nasionalisme yang menjadi gagasan utama bhineka tunggal ika.Semangat kebangsaan kita dimana saat laut kita dicaplok oleh Malaysia, tari dan budaya kita dicaplok oleh Malaysia?
Ulasan politik, politik dan sistem demokrasi yang dijalankan di indonesia bisa diterjemahkan masih terjebak dalam sebuah sistem dan politikal praktis atau real politik (Amin Rais), kasus KPK yang dikriminalisasi, kasus KPK vs POLRI(2010), dewan JJS (jalan-jalan santai) keluar negeri saat terjadi gempa merapi merupakan bukti anarkisme, liberalisme, sekularisme, dan nihilisme politik yang dijalankan. Para politisi dengan sistem demokrasi kehilangan nuraninya, kehilangan rasa kemanusiaannya, kehilangan rasa keadilannya, kehilangan rasa persaudaraannya dan menjadi sosok yang bengis menakutkan bagi keadilan, bagi kerakyatan, bagi kemanusiaan dan kebebasan manusia dari bentuk dominasi dan penjajahan politik negara dan asing. Negara memberikan legitimasi politik secara terbuka kepada elit secara institusional dengan sistem demokrasi, semua aktivitasnya terlegitimasi oleh undang-undang, konvensi dan kebijakan lainnya padahal semua yang dilakukannya merupakan sikap institusional.
Kebebasan dan moralitas elit dan sebagain manusia telah mengalami sebuah kontradiksi, disatu sisi ingin bebas disisi lain melakukan sikap bebas yang menindas moralitas dan sesamanya. Inilah bentuk kebebasan tapi menganut moralitas kaum budak, moralitas kaum miskin nilai dan etis. Banyak manusia yang bermoral bagus secara individual namun moralitasnya tidak mampu menyelesaikan problem kemiskinan, problem pendidikan dan problem kemanusiaan, sehingga moralitasnya adalah meralitas tarzan yang cocok dipakai di Hutan Rimba hidup sendirian. ‘Kebebasan manusia adalah dijaga sama dengan pakaian dicuci,disetrika namun kebebasan harus juga menjaga manusia seperti pakaian yang baik harus mampu melindungi badan dari gangguan penyakit’(muhyar). Moralitas dan kebebasan harus mampu menjawan problem diri, problem sosial, problem teologis agar terjadi harmonisasi humanis atas kebebasan dan moralitas
Boetta Ilmoe, Inspirasi Pencerahan Buatku
Boetta Ilmoe sebagai tokoh buku menjadi salah satu inspirasi bagi penulis untuk memahami gerakan sosial berbasis pencerahan. Jika penulis melakukan pelacakan atas diskusi tadi (07/05/2011) bukan hanya pemikiran dari buku “kebebasan dan moralitas” yang menarik isinya, namun yang terpenting adanya sebuah inspirasi bagi penulis dan peserta lainnya untuk memeriksa catatan-catatan masa lalu,memeriksa apa yang telah penulis dokumentasikan sebagai bagian dari bentuk domumentasi pengetahuan. Saya menjadi tersentak seorang penulis berangkat dari sebuah catatan harian, dan pengaruh lingkungan pergulatannya dalam menjalani kehidupan. Ahmad Sahide mengakui lingkugan dan inspirasi keresahannyalah yang membuatnya mampu menuliskan buku ‘kebebasan dan Moralitas’.
Penulis yang baik adalah penulis yang memiliki domumentasi sejarah dan dokumen terkait tulisan (sedikit banyak itu ungkapan penulis buku). Tulisan-tulisan yang penulis tuliskan merupakan tulisan sederhana namun telah menjadi inspirasi bagi penulis essai-essai yang terlibat dalam diskusi dan yang membaca bukunya. Disinilah perlu kita sadari betapa pentingnya sebuah kesadaran untuk menuliskan pengalaman, keresahan, kejadian-kejadian penting, namun tidak semua yang kita alami layak dituliskan karena menulis adalah bagian dari perasaan resah dan gelisah atas pengalaman dan fakata. Jika pengalaman dan fakta tidak meresahkan kita maka tulisan yang dihasilkan tidak akan menyentu pembaca dan penulis sendiri. Menulis yang baik bisa dilakukan jika ada lingkungan yang mendukung, menulis yang baik perlu sebuah catatan kecil untuk dibawa kemana-mana agar semua yang penting dalam keseharian bisa direkan dalam bentuk catatan, semua yang dilalui bisa diingat saat tiba di rumah sebagai bahan dasar tulisan.
Ketika penulis membaca tulisan penulis sendiri baik saat SMA (sekolah menengah atas) maupun masa kuliah membuat penulis mengingat kegiatan apa yang membuat penulis menuliskannya, hal yang sangat menarik ketika penulis periksa tulisan penulis saat semester 2 yang diterbitkan oleh jurnal ‘Pikkiri KOSKAR PPB’ dengan judul ‘eksistensi manusia’, sebuah tulisan yang mengurai pemikiran humanisme Sartre, Nietzsche dan Karl Marx. Saat membaca ulang, penulis heran dengan tulisan sendiri walaupun masih banyak okkotnya, minimal telah membuat penulis tergugah dan meresakan sebuah kehadiran masa lalu sebagai inspirasi.
Diskusi tadi (07/04/2011) di Boetta Ilmoe mengingatkan kembali kepada saya bagaimana kenangan masa lalu ketika saya menulis pas-pasan, menyadarkan saya pentingnya menulis, menyadarkan saya penting mendokumentasikan sejarah lewat tulisan, menyadarkan saya pentingnya merangkai dan mengumpulkan catatan-catatan berserakan. Diskusi tadi juga mempertemukan saya dengan teman-teman dari Muhammadiyah, NU, KOSKAR PPB, FMBT, HPMB dan LSM. Pertemuan di Boetta Ilmu tadi menyadarkan saya bahwa Boetta Ilmoe menjadi inspirasi historis orientet dan konsolidasi gerakan lewat pencerahan dan itu bisa kembali menjadi bara api pengingat bagi saya karena Boetta Ilmoe menginspirasiku. Boetta Ilmoe memang tokoh sederhana namun membangkitkan kesadaran, membangkitkan bara api semangatku, Boetta Ilmoe memang biasa-biasa aja namun luar biasa karena semangat pendiriannya adalah semangat ‘perjuangan’ bukan logika bisnis sebagaimana penuturan direkturnya Drs, Sulhan Yusuf. Terharuku the,,,hehehehe...
Generasi muda yang memiliki visi dan misi sangat penting melakuakn rekayasa pencerahan, rekayasa peradaban dengan memulainya pada hal-hal sederhana tapi menyentuh aspek subtansial yang dibutuhkan generasi. Belajar dari Boetta Ilmoe minimal membuat kita sadar dan terguga untuk melakukan aktivitas pencerahan terus-menerus, aktivitas yang memiliki basic pengetahuan yang memadai, aktivitas yang berangkat dari sebuah pengalaman keseharian kita karena pengalaman adalah guru terbaik buat kita, karena pengalaman tidak pernah membohongi kita tapi justru pengalaman menggugah diri kita secara fitrawih kemanusiaan.
WARNING...!!!
Harusnya PEMDA dan DPRD Bantaeng tersentuh dan bisa merespon kegiatan pencerahan di Bantaeng, jika tidak maka menjadi salah satu bukti bahwa PEMDA dan DPRD Bantaeng tidak memiliki visi peradaban dan kemanusiaan sebagai visi utama kepemimpinan bangsa Indonesia. Bukankah peradaban tumbuh lewat gerakan pencerahan? Ingat..ingat...ingat...itu....!!!
Semoga Boetta Ilmoe tetap jaya dan bisa melanjutkan agenda pencerahan generasi muda Bantaeng... Amiin ya rabbal alamiin.
Langganan:
Postingan (Atom)